Thursday, May 24, 2007

NAFSU KEKUASAAN

NAFSU KEKUASAAN

Faridul Farhan Abd Wahab "makmum di belakang"


“7 Golongan yang mendapat naungan ALLAH pada hari yang tiada lagi naungan melainkan naungan-NYA;
1. Imam yang adil
2. - - - -
3. - - - -
4. - - - -
5. - - - -
6. - - - -
7. - - - -
(Hadith riwayat Bukhari dan Muslim)

info gambar:boiler house. Anda berani memanjatnya?

Akademi Fantasi Musim ke-5 (AF5) baru saja berakhir. Kesinambungan program realiti paling popular itu, masih belum ketentuan. Kabur; entah disambung, entah tidak. Apatah lagi dengan pengunduran pengacara popularnya, Aznil Hj. Nawawi, tentunya memberikan sebab yang sangat baik untuk penerbitnya merehatkan sementara –jika tidak mahu menamatkan terus (sedang itulah yang terbaik)- lantaran ingin mengembalikan aura rancangan kesukaan ramai itu.

Hairan, seharusnya sebaik AF kehilangan umph pasca zaman Tsu-Mawi, tentunya menjadi petanda betapa program realiti hiburan itu tidak relevan lagi di muka bumi. Namun, barangkali kerana umumnya manusia gilakan kemasyhuran, hinggakan ratusan bahkan ribuan orang berbondong-bondong mendatangi uji bakat program seumpama ini, dari AF ke Audition, dari Who Will Win kepada One in a Million, dan oh, tak lupa yang paling membosankan di antara semuanya iaitu Bintang RTM, lantas para promoter kelalaian duniawi, pantas istiqamah dan terus bertahan menyiarkan program-program lalai dan maksiat sebegini.

Ya, mungkin itulah petunjuk betapa manusia kepinginkan kemasyhuran. Ingin diperhati, ingin menjadi somebody. Atau, ingin selalunya berada “di atas”. Maka tidak hairanlah manusia cukup suka pada kekuasaan, lantaran itulah salah satu kecenderungan utama hawa nafsu manusia, tak kira siapa pun dia, kecenderungan ini pasti ada.

Tidak hairanlah Islam meletakkan guideline bagi membendungan bertakhtanya nafsu kekuasaan ini. Hinggakan Imam Nawawi meletakkan satu bab khas “Larangan Meminta Jabatan” di dalam kitab Riyadhus Shalihinnya, lantaran hadith-hadith Nabi SAW jelas mengisyaratkan yang demikian. Dari Sa’id Abdurrahman bin Samurah R.A., ia berkata; “Rasulullah S.A.W bersabda ; Wahai Abdurrahman bin Samurah, jangan engkau meminta jabatan kerana jika engkau mendapatkannya dengan tidak meminta, maka engkau akan akan didukung ketika menjalankannya. Namun jika engkau mendapatkannya dengan jalan meminta, maka engkau akan dibebani dengannya…”
(Hadith Muttafaq ‘alaih)

Syarah Syaikh Muhammad al-Uthaimin terhadap hadith ini:
“..termasuk sikap wara’ dan hati-hati adalah dengan tidak meminta sedikit pun dari pengangkatan, promosi, atau lainnya. Jika anda diberi, maka ambillah. Namun jika anda tidak diberi, maka yang terbaik, paling wara’ dan paling dekat kepada ketaqwaan adalah jangan menuntutnya. Semua yang termasuk dunia bukan apa-apa. Jika ALLAH telah memberi anda rezeki yang cukup dengan tidak ada fitnah di dalamnya, maka yang demikian itu lebih baik daripada harta banyak yang sarat dengan fitnah di dalamnya…” [1]

Maka, bukan senang untuk menjadi pemimpin. Terlebih susah lagi, menjadi pemimpin yang adil. Kerana peradilan itu (al-Qadhaa) –kata Sayid Sabiq- bererti menyempurnakan sesuatu baik berupa ucapan maupun perbuatan. [2] Atau bahasa umumnya; meletakkan sesuatu pada tempatnya. Bukanlah pada tempatnya andainya seorang anak dalam darjah 1 diberikan wang saku RM400 sebulan lantaran mahu menyamakan wang saku yang diberikan pada anaknya yang lain di universiti. Ertinya meletakkan sesuatu pada tempatnya, tidak selalunya bererti kesama-rataan, seperti yang disangka oleh kebanyakan manusia.

“Tidak ada yang lebih besar,” kata Dr. Yusuf al-Qaradhawi [3], “bagi nilai keadilan, dari menjadikannya sebagai matlamat utama dalam pengutusan para Rasul ALLAH SWT serta penurunan kitab-NYA. Benarlah indikasi ALLAH;

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”
(Surah al-Hadid [57]:25)

Keadilan. Itulah tugas para Rasul yang mulia, dengan dibekalkan mereka kitab-kitab serta mizan, demi memastikan tertegaknya keadilan! Lalu, siapakah di kalangan umatnya yang bisa menjadi imam yang adil?

Bagaimana bisa menjadi imam yang adil, sedang belum jadi imam pun, belum memimpin pun, belum berada “di atas” pun, sudah tidak bisa berlaku adil. Sudah gagal menguasai nafsu berkuasa, lalu mewajibkan manusia seluruhnya menurut kata “aku”, tunduk pada pendapat “aku”, dan harus menerima segala percakapan “ku”? Tiada istilah “berlapang dada”, yang ada hanya “harus wala’/ taat semua!”

Bukankah al-Quran saja sudah mengajar, betapa berlaku adil itu, bahkan pada musuh anda sendiri (surah 5:12). Adil itu tegak, biar bertentangan dengan kepentingan peribadi (Surah 4:135). Lalu, adil apa namanya tatkala hanya orang lain yang harus berlapang dada dengan anda, tetapi tidak anda kepada orang lain? Maka bayangkan saja jika sudah “di atas”? Tatkala “di bawah” saja tidak bisa berlaku adil, apatah lagi jika sudah “di atas”?

Itulah sebabnya Islam memberikan didikan yang sangat baik sekali, agar para imam bisa sentiasa melihat “ke bawah”, hingga keadilan itu bisa tertegak, biar pun peribadi menjadi taruhan. Bukankah Nabi SAW telah bersabda;

“Jika salah seorang di antaramu bersolat dengan orang banyak, maka hendaklah diringankannya, kerana di antara mereka ada yang lemah, sakit atau tua…”
(Hadith riwayat Jama’ah)

Diriwayatkan dari Umar, katanya; “Janganlah kamu menyebabkan bencinya ALLAH terhadap hamba-NYA, iaitu dengan memanjangkan solat hingga terasa berat bagi para makmum di belakang.” [4]

Apatah mungkin anda bisa “memandang ke bawah” atau “ke belakang” sebegini, sedang di tempat imamlah tempat terbaik anda menunjukkan ke”syaikh”an anda, kemantapan anda, banyak hafalan anda, betapa indahnya bacaan al-Quran anda?

Keadilan, keadilan. Ternyata suatu yang ringan di mulut, tapi beban di amal. Apatah lagi nafsu kekuasaan sentiasa membangkang keadilan ini. Namun istiqamahlah, agar anda bisa lulus “uji bakat” di Padang Mahsyar kelak, sambil menjadi salah satu dari tujuh yang dinaungi oleh naungan Ilahi.






RUJUKAN

[1] Syaikh Muhammad al-Utsaimin, “Syarah Riyadhus Shalihin (Jilid 2)”, Darul Falah (2006), ms. 835

[2] Sayid Sabiq, “Fikih Sunnah (Jilid 14)”, Victoria Agencie (1990), ms. 17

[3] Prof. Dr. Yusuf al-Qardhawi, “Ciri-ciri Unggul Masyarakat Islam Yang Kita IDamkan”, Penerbitan Seribu Dinar (2000), ms. 204

[4] Sayid Sabiq, “Fikih Sunnah (Jilid 2)”, Victoria Agencie (1990), ms. 110

Wednesday, May 23, 2007

Inspection at India

Introduction: as i am managing my collegues visit to our sub-vendor somewhere in India, as usual, I had contacted our main contractor via email to make necessary arrangement for my collegues stay there. Among them were hotel booking, transportation, and -not forgetting- to prepare halal food during the visit.





This is some of what the contractor forwarded to their sub-con:-





Please also kindly provide accomodation for following three personnels below:


XXXXX



XXXXX

- 29 to 31 May (3nights)
- Halal Food


-27 to 31 May (5 nights)
-Halal Food, but cooked chicken is acceptable.


We appriciate your kind coorporation for this visit.






Therefore, i replied something like this:-





Bla, bla, bla... (work stuff, work stuff)





Is it possible to serve halal food, or sea food if halal food is not possible, which is cooked not using any alcohol/wine and animal oil? Halal food also means that the food is cooked not using alcohol and animal oil; it could be deer or sheep of even chicken, as long as it is slaughtered the Islamic way to avoid torturing the animal. The knife used to slaughter the chicken should be sharp to avoid torturing, and to ensure that the animal’s vein should be separated to dismiss dirty blood from the animal so that is will be a healthy and clean dish for human beings to eat. Food that affects your health is also not permitted, therefore halal food also means that the dish is good for your health and is obtain from a healthy way. Even if the food is halal (slaughtered and prepared the ways that I’ve explained), if you obtain it by an un-healthy way, stealing for instance, the food is no longer halal. That is the beautiful philosophy of halal food, just as an information.

Also, kindly provide us with the testing procedure for us to prepare for the inspection.

Your cooperation is highly appreciated.






At least I tried to perform my duty as a Muslim. what do you think? Any tips in da'wahing non-Muslim? Any ideas to potray the beauty of Islam to the non-Muslims?

Friday, May 18, 2007

SERANGGA

SERANGGA
Oleh: Faridul Farhan Abd Wahab "sudahkah aku berjiwa besar?"


Berpindah ke rumah baru tidak semesti semuanya meriangkan. Apatah lagi jika keharmonian rumah baru itu diganggu oleh serangga perosak sama ada semut, lalat, cicak, lipas dan lain sebagainya. Bisakah makanan anda kekal bersih lagi menyihatkan jika tidak ditudung, sedang lalat sentiasa menanti-nanti untuk hinggap dan menyebarkan penyakit? Bisakah tidur anda nyenyak sampai mulut anda ternganga, sedang cicak berlatih ketepatan dengan berak tepat ke mulut anda, atau setidak-tidaknya ke bantal anda? Bisakah anda menikmati kekemasan dan kebersihan rumah anda, sedang semut sentiasa berbaris mempamerkan “ukhwah” dan kerjasama mereka? Bisakah anda makan tanpa membasuh pinggan sebelumnya, sedang anda tahu lipas sering merayap-rayap ke rak pinggan mangkuk anda?

Berpindahlah ke mana pun. Terokailah kawasan mana pun. Sama ada membuat rumah di ladang estet, atau menerokai kawasan hutan di sisi air terjun, atau membuat rumah “Laksamana Do Re Mi” di atas pokok, tentunya kelak akan anda sedar bahawa hidup anda tidak akan pernah sunyi daripada hidupan-hidupan, atau setidak-tidaknya serangga-serangga.

Maka jika anda seorang yang terlampau tinggi citarasanya, mahu menginap di rumah yang tiada nyamuk misalnya, tiada semut misalnya, tiada cicak misalnya, maka hotellah tempat yang paling sesuai untuk anda. Namun, sanggupkah anda mendiami hotel seumur hidup anda, sedang anda sedar anda bukanlah hartawan, bukanlah jutawan, bukanlah karyawan, bukanlah ilmuwan, bukanlah Chef Wan, hanya berkemungkinan ditimpa sakit sawan!

Lalu pantaslah berkonklusi, betapa dalam hidup ini, kita tidak bersendirian! Ada makhluk-makhluk lain, ada hidupan-hidupan lain, yang harus sentiasa diperhatikan. Dan harus kita memberikan tumpuan.

Jika anda tidak memberi tumpuan pada lalat misalnya, you’ll never know sama ada makanan anda bersih dan menyihatkan, lantaran anda gagal untuk memantau sama ada sang lalat hinggap di makanan atau tidak. Jika anda gagal menyedari kehadiran semut, maka relakanlah makanan-makanan manis anda itu, menjadi bahan infak buat komuniti yang tahu menghargai makna ukhwah, yang tahu memaknai pengertian disiplin ini. Kesimpulannya mudah; you are not alone in this world!

Itulah sebabnya, lantaran bukan hanya ada kita di dunia ini, maka haruslah kita sedar, bahawa hidup ini bukan hanya ada “diri kita”, dan hidup ini bukanlah untuk “diri kita”. Ertinya, jika kita tertimpa musibah, tentunya orang lain juga tertimpa musibah, namun apakah mereka merenggek-renggek sedahsyat kita, atau mereka mampu sabar, redha dan tawakal dalam mencari penyelesaiannya?


Jika kita sibuk hingga tidak bisa membela agama kita, apakah mereka-mereka yang lain tidak sibuk, kerjayanya hanya goyang kaki saja, sehingga tetap istiqamah membela agamanya walau di mana pun mereka berada? Adakah para sahabat R.A itu semua kerjanya adalah penganggur atau peniaga semata-mata, sehingga munasabahlah mereka mampu menyebarkan Islam di seluruh pelusuk dunia?

Mungkin itulah sebabnya ALLAH menempatkan orang yang tahu berbakti untuk orang lain, di tempat yang istimewa iaitu Syurga. Sabda Nabi SAW; “sungguh, aku melihat seseorang mundar-mandir di dalam Syurga kerana sebuah pohon yang pernah ditebangnya dari punggung jalan yang mengganggu kaum Muslimin.”
(Hadith riwayat Muslim)

Itulah sebabnya, apabila kita sedar bahawa bukan hanya kita saja yang hadir di permukaan bumi ini, kita akan bisa menjauhi sifat keluh-kesah yang sering menghantui diri kita. Kita akan dapat menghindari sikap suka beralasan tatkala kita lewat menyahut panggilan Tuhan, lantaran kita sedar dan senantiasa bermuhasabah, mengapa orang lain bisa (merespon panggilan dakwah dengan cepat) tetapi tidak saya? Jika saya ada urusan dalam menunaikan kewajipan dakwah, tidakkah orang lain juga ada urusan, namun tetap siap menunaikan kewajipan dakwah? Kenapa hanya saya yang diberi “pengecualian” dan “keistimewaan” untuk tidak berdakwah, tapi tidak orang lain? Lalu dengan sikap sebegini, kita pun dihidangkan dengan ganjaran Syurga.

“Siapa yang ingin dijauhkan dari Api Neraka dan masuk Syurga maka hendaklah dia mati dalam keadaan bersaksi tiada Ilah kecuali ALLAH dan bahawa Muhammad adalah utusan ALLAH, dan hendaklah memperlakukan orang dengan apa yang disukainya untuk diperlakukan terhadap dirinya.”
(Hadith riwayat Muslim)

Tidak hairanlah Engineer terkemuka al-ustaz Fathi Yakan dalam karya monumentalnya “Apa Ertinya Saya Menganut Islam?”, tidak lupa untuk meletakkan satu tajuk tentang kewajipan dan tanggungjawab ukhwah, lantaran benar, apalah ertinya saya menganut Islam, jika saya hidup tanpa menjanakan semangat ukhwah?

Sabda Nabi SAW: “Sekiranya seorang daripada kamu berjalan bersama saudaranya dalam usaha untuk menunaikan keperluannya (dan baginda memberi isyarat dengan dengan jejarinya), adalah lebih baik baginya daripada beriktikaf di masjidku selama dua bulan.”
(Hadith riwayat Hakim dan Tabarani daripada Ibnu Abbas)


Ya, berjalannya kita melayari pentas kehidupan, tidak semestinya demi memenuhi keperluan hidup kita, tetapi bahkan harus diseringkan untuk memenuhi keperluan orang. Bergeraknya kita meredah rimba kehidupan, tidaklah semata memenuhi keinginan kita, tetapi seringkan untuk menjayakan keinginan umat. Hidup kita untuk anda, bukan untuk diri kita semata-mata.

Sabda Nabi SAW; “Barang siapa yang tidak memerhatikan urusan kaum Muslimin, maka dia bukanlah dari kalangan mereka”[1]

Bukankah Nabi SAW juga memohon perlindungan ALLAH daripada berkeluh-kesah? [2]

Renungkanlah kembali nasihat pesanan ulama’ tersohor bernama Sa’id Hawwa ini:

Setiap ikatan ini memiliki beberapa derajat……
….Demiikian pula persahabatan berlainan derajatnya. Hak persahabatan dalam pengajaran dan kantor (pejabat) lebih kuat ketimbang hak persahabatan dalam perjalanan. Demikian pula persahabatan, bila sudah kuat menjadi ukhuwwah (saudara), bila bertambah menjadi mahabbah (kekasih) dan bila meningkat lagi menjadi khullah (teman setia)
.[3]

Apabila hidup kita senantiasa memikirkan teman setia, apakah mungkin kita tunduk menangis meratapi musibah, kesulitan dan permasalahan yang menimpa diri kita? Adakah air mata kita yang tumpah meratapi kedukaan diri kita, semahal darah syahid yang tumpah daripada sahabat nabi Khubaib bin Adi (R.A), yang tumpah demi menyalakan lilin agama? Tetap tabah hatinya, hingga menoktahi diari kehidupannya dengan solat sunat 2 rakaat, sebelum menemui kemuliaan di tiang gantung. “Kalau sekiranya aku tidak khawatir kalian menganggapku memanjangkan shalat kerana takut mati, niscaya aku akan melakukannya. Oleh kerana itu, saya memendekkannya”[4] kata Khubaib mantap.

Maka redhalah mendiami rumah baru, dan ingatlah bahawa anda memang tidak bersendirian. Siapa tahu, mungkin anda bisa bersahabat dengan Cicak-man?

RUJUKAN

[1] Hadith ini menurut Qaradhawi adalah dhaif. Namun –menurut sahabat penulis yang merupakan lulusan bidang hadith di Madinah- adalah bertaraf Hasan menurut Bin Baz. Apa pun, hadith-hadith yang lain memperkuatkan matan (kandungan) hadith ini.

[2] Rujuk al-Ma’thurat

[3] Sa’id Hawwa, “Mensucikan Jiwa: Kaedah tazkiyatun nafs bersepadu”, Pustaka Dini Sdn Bhd. (2001), ms. 645

[4] Dr. A’idh al-Qarni, “Jadilah Pemuda Kahfi: Ekspresi cinta seorang ulama kepada pemuda”, Aqwam (2006), ms. 94-95

Thursday, May 17, 2007

GAYAT

Oleh: Faridul Farhan Abd Wahab "ku sedar, bukan hanya aku yang sibuk di dunia ini"

Terus terang saja, saya seorang yang gayat. Naik saja ke tempat yang tinggi, tanpa dinding, tanpa penghadang, dengan angin yang beritup kencang, saya akan mula sedikit ketakutan. Justeru takut pada ketinggian ini bukanlah takut yang tidak syar’ie (takut hantu misalannya. Itu takut yang tidak dibenarkan) tetapi ia adalah ketakutan tabi’e atau yang secara lumrahnya sesetengah manusia ada. Takut tabi’e sebegini diiktiraf oleh Islam, namun, jiwa mu’min sejati tak akan pernah membiarkan apa pun halangan merintangi dan menyekat perjuangannya yang mengambil masa yang sangat panjang.

Apatah lagi, dengan rutin hidup di tempat kerja yang memerlukan saya naik ke tempat yang tinggi, seperti memanjat boiler house seperti yang saya lakukan sebentar tadi, tentunya takut pada ketinggian akan menjadi suatu masalah. Namun, jika anda adalah pekerja yang baik, ketakukan anda itu pastinya tidak akan menyekat anda untuk menjalankan tugas yang memerlukan anda tetap saja memanjat tempat yang tinggi. Ertinya mereka-mereka yang keinginan-keinginannya bisa memotivasikan kehidupan, hatta gunung sekalipun bukanlah
penghalangnya. Lautan berapi sekalipun, bukanlah samudera yang tidak bisa direnangkan.

Jika halangan-halangan keduniaan sahaja bisa diatasi berbekalkan motivasi keinginan duniawi, maka kenapakah motivasi ukhrawi tidak bisa membelai kesungguhan dan kesanggupan kita?

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”
(Surah at-Taubah [9]:111)

Benarlah ungkapan para ulama’ da’wah kita, tatkala memperingatkan betapa kita akan diuji, bahkan pasti diuji, dari titik kelemahan kita. Jika kelemahan kita ialah studi, maka demikian ada program keagamaan, ketika itulah kita dibebankan dengan sekian banyak assignment, dengan ujian dan peperiksaan menanti-nanti di keesokan hari.

Jika kelemahan kita adalah harta, demikian kita masuk alam pekerjaan, tiada lagi tilawatul quran sehari-hari. Tiada lagi solat dhuha menerangi waktu pagi. Tiada lagi artikel-artikel penumbuh kesedaran, lantaran kesibukan sentiasa menjadi bahan alasan.

Jika kelemahan kita adalah keluarga, demikian mahu berangkat ke program keagamaan, demikian itulah anak kita sakit dan demam. Demikianlah itulah ibu bapa dan tetamu berkunjung datang. Demikian itulah tagihan perolongan daripada diri kita ditagih-tagih untuk kita sumbangkan.

Maka itulah sebabnya, seorang mu’min sejati adalah orang-orang yang, bak bahasa al-Quran, merupakan orang-orang yang menang. Kerana mereka adalah insan-insan yang sentiasa berjumpa penyelesaian terhadap kebuntuan. Kerana mereka adalah orang-orang yang sentiasa mengenal usaha dan tawakkal, berbanding henburan seribu satu alasan. Kerana mereka adalah individu-individu yang merdeka jiwanya, sehingga tidak akan ada apa dan tidak akan ada siapa yang dapat mengongkong dan menghambat jiwa mereka, dalam perjalanan mereka mendaki puncak keredhaan Yang Maha Esa.

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.”
(Surah Yunus [10]:63-64)

“Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”
(Surah al-Hajj [22]:77)

“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga Adn. Dan keridaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.”
(Surah at-Taubah [9]:72)

Maka benarlah kata-kata orang, bahawa kita tidak akan bisa melarikan diri daripada masalah. Tetapi kita harus –dengan penuh gentlemen dan kepahlwanan- menghadapi masalah, mendaki dan mengunggulinya, sehingga kitalah di “atas” tambatan. Kitalah di “atas” halangan, kitalah di “atas” alasan yang menghantui dan membantutkan perjuangan kita selama ini. Tidak hairanlah Rub’i Bin Amir menghebahkan rahsia penaklukan Islam ke atas dunia kepada Rustum sang panglima perang Rom dengan berkata: “kami datang untuk mengeluarkan manusia daripada penghambaan sesama manusia kepada penghambaan kepada ALLAH semata-mata..”

Jika anda tidak bisa mengatasi titik kelemahan anda, kelak anda akan diuji, dan pasti diuji dengan titik yang sama juga. Jika anda membiarkan kerjaya anda sebagai kelemahan anda bermaharajalela, lalu menjadikan alasan “tunggu aku jadi bos” barulah anda memperbaiki mutabaah tilawah al-Quran anda, menulis artikel berbentuk tazkirah, dan lain sebagainya, demikian anda jadi bos, anda tetap saja tidak berdakwah, tetap saja lemah dalam beribadah, tetap saja mengkesampingkan tarbiyah, lantaran kesibukan-kesibukan baru dan ketakutan-ketakutan baru –client lari jika anda cerita pasal islam misalnya, atau takut kena buang kerja sedangkan hutang-hutang lantaran perbelanjaan dah besar berlambak misalnya- yang tidak pernah bisa anda selesaikan, yang tak pernah hendak anda rubah kepada musim-musim bersemikan dakwah.

Jika anda membiarkan keluarga sebagai kelemahan anda menguasai anda, lalu menjadikan alasan “kali ni saja” misalannya, percayalah, kelak akan timbul lagi “kali ni-kali ni” yang kedua, ketiga, keempat, ke lapan belas juta dan berikutnya, sebagai alasan daripada mulut anda. Lihatlah saja ketegaran Hassan al-Banna, tatkala tetap saja melangkah ke medan dakwah, mengatasi dan mengungguli “rayuan titik kelemahannya” dari sang anak yang sedang sakit. “Jika saya di sini pun, tetap saja saya tidak bisa menyembuhkannya”, atau –dalam rawi yang lain- “datuk dia lebih maklum jalan ke kuburan.” Toh, anaknya tetap hidup hingga ke hari ini.

Inilah baru pahlwan, inilah baru perwira! Jika orang tidak beriman saja bisa mengatasi gayat sebagai titik kelemahannya, kenapa tidak orang beriman seperti anda?

Monday, May 14, 2007

Kebersamaan dalam Kemenangan

Assalamualaikum,

Mungkin terjadi seseorang yang dahulunya saling mencintai akhirnya saling memusuhi atau sebaliknya. Pesan yang disampaikan oleh Nabi SAW : "Cintailah saudaramu secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi orang yang kau benci. Bencilah orang yang kau benci secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi kekasih yang kau cintai." (Hadist Sahih Riwayat Tirmidzi, Baihaqi, Thabrani, Daruquthni, Ibn Adi, Bukhari). Ini dalam kaitan interpersonal.

Dalam hubungan kejamaahan, jangan ada reserve kecuali reserve syar'i yang menggariskan aqidah "La tha'ata limakhluqin fi ma'shiati'l Khaliq". Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluq dalam berma'siat kepada Al-Khaliq. (Hadist Sahih Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad dan Hakim).
Doktrin ukhuwah dengan bingkai yang jelas telah menjadikan dirinya pengikat dalam senang dan susah, dalam rela dan marah. Bingkai itu adalah : "Level terendah ukhuwah (lower), jangan sampai merosot ke bawah garis rahabatus'shadr (lapang hati) dan batas tertinggi tidak (upper) tidak melampaui batas itsar (memprioritaskan saudara diatas kepentingan diri).
Karena bersaudara di jalan ALLAH telah menjadi kepentingan dakwah-Nya, maka "kerugian apapun" yang diderita saudara-saudara dalam iman dan da'wah, yang ditimbulkan oleh kelesuan, permusuhan ataupun pengkhianatan oleh mereka yang tak tahan beramal jama'i, akan mendapatkan ganti yang lebih baik. "Dan jika kamu berpaling, maka ALLAH akan gantikan dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan jadi seperti kamu" (Qs. 47: 38).

Masing-masing kita punya pengalaman pribadi dalam da'wah ini. Ada yang sejak 5 tahun, 10 tahun dan ada yang 20 tahun dan tidak pernah terganggu oleh kunjungan yang berbenturan dengan jadwal da'wah atau oleh urusan yang merugikan da'wah karena sejak awal yang bersangkutan telah tegar dalam mengutamakan kepentingan da'wah dan menepiskan kepentingan lainnya.

Ikhwah fillah,

Waktu ujian itu tidak pernah lebih panjang daripada waktu hari belajar, tetapi banyak orang tak sabar menghadapi ujian, seakan sepanjang hari hanya ujian dan sedikit hari untuk belajar. Ujian kesabaran, keikhlasan, keteguhan dalam berda'wah yang menuntut komitment dalam beramal jama’i lebih sedikit waktunya dibanding berbagai kenikmatan hidup yang kita rasakan.

Kalau ada sekolah yang waktu ujiannya lebih banyak dari hari belajarnya, maka sekolah tersebut dianggap sekolah gila. Selebih dari ujian-ujian kesulitan, kenikmatan itu sendiri adalah ujian. Bahkan, alhamdulillah rata-rata kader da'wah sekarang secara ekonomi semakin lebih baik. Ini tidak menafikan (sedikit) mereka yang roda ekonominya sedang dibawah.

Seorang Ustadz, ketika selesai menamatkan pendidikannya di Madinah, mengajak rakannya untuk mulai aktif berda'wah. Diajak menolak, dengan alasan ingin kaya dulu, karena orang kaya suaranya didengar orang dan kalau berda'wah, da'wahnya diterima. Beberapa tahun kemudian mereka bertemu. "Ternyata kayanya kaya begitu saja", ujar Ustadz tersebut.

Ternyata kita temukan kuncinya, "Demikianlah kami uji mereka karena sebab kefasikan mereka". Nampaknya Allah hanya menguji kita mulai pada titik yang paling lemah. Mereka malas karena pada hari Sabtu yang seharusnya dipakai ibadah justru ikan datang, pada hari Jum'at jam 11.50 datang pelanggan ke toko. Pada saat-saat jam da'wah datang orang menyibukkan mereka dengan berbagai cara.

Tapi kalau mereka bisa melewatinya dengan azam yang kuat, akan seperti kapal pemecah es. Bila diam salju itu tak akan menyingkir, tetapi ketika kapal itu maju, sang salju membiarkannya berlalu. Kita harus menerobos segala hal yang pahit seperti anak kecil yang belajar puasa, mau minum tahan dulu sampai maghrib. Kelezatan, kesenangan dan kepuasan yang tiada tara, karena sudah berhasil melewati ujian dan cobaan sepanjang hari.

Karena itu mari melihat dimana titik lemah kita. Yang lemah dalam berukhuwah, akan sentiasa dipertemukan dengan ujian-ujian yang menguji tahap ukhuwah mereka. Mereka akan sentiasa dipertemukan dengan ikhwah-ikhwah yang sentiasa menguji kesabaran mereka, lapang dadanya mereka dan kecintaan mereka terhadap sesama ikhwah.

Siapa yang lemah di bidang lawan jenis, seks dan segala yang sensual tidak diuji di bidang kewangan, kecuali ia juga lemah disitu. Yang lemah dibidang kewangan, jangan berani-berani memegang amanah kewangan kalau lemahnya di situ. Yang lemah dalam popularitas, riya' mungkin -dimasa ujian- akan menemukan orang yang terkesan tidak menghormatinya. Yang lidahnya tajam dan berbisa mungkin diuji dengan jebakan-jebakan berkomentar sebelum tabayun (klarifikasi). Yang lemah dalam kejujuran mungkin selalu terjebak perkara yang membuat dia hanya 'selamat' dengan berdusta lagi. Andaikata kita tidak mampu untuk manghadapi ujian-ujian kelemahan kita, perpecahan akan terus berlaku dan kemenangan besar takkan dapat diwujudkan dan lebih mudharat lagi keikhlasan kita juga mungkin terjejas tanpa kita ketahui akibat ditipu syaitan.

Kelengkapan Amal Jama'i tempat kita 'menyumbangkan' karya kecil kita, memberikan arti bagi eksistensi ini. Kebersamaan yang teguh ini akan melahirkan kebesaran bersama kerana kebesaran secara infiradhiyah tidak membawa apa-apa manafaat kepada ummah. Jangan kecilkan makna kesertaan amal jama'i kita, tanpa harus mengklaim telah berjasa kepada Islam dan da'wah. "Mereka membangkit-bangkitkan (jasa) keislaman mereka kepadamu. Katakan : 'Janganlah bangkit-bangkitkan keislamanmu (sebagai sumbangan bagi kekuatan Islam, (sebaliknya hayatilah) bahwa ALLAH telah memberi kamu karunia besar dengan membimbing kamu ke arah Iman, jika kamu memang jujur" (Qs. 49:17).

ALLAH telah menggiring kita kepada keimanan dan da'wah. Ini adalah karunia besar. Sebaliknya, mereka yang merasa telah berjasa untuk dakwah, lalu karena ketidakpuasan yang lahir dari akibat bergaul dengan manusia yang tidak maksum dan sempurna- menunggu musibah dan kegagalan, untuk kemudian keluar dari etika amal jama’i.

Saling mendo'akan sesama ikhwah telah menjadi ciri kemuliaan pribadi mereka, terlebih doa dari jauh. Selain ikhlas dan cinta tak nampak motivasi lain bagi saudara yang berdoa itu. ALLAH akan mengabulkannya dan malaikat akan mengamininya, seraya berkata : "Untukmu pun hak seperti itu", seperti pesan Rasulullah SAW. Cukuplah kemuliaan ukhuwah dan jamaah bahwa para nabi dan syuhada iri kepada mereka yang saling mencintai, bukan didasari hubungan kekerabatan, semata-mata iman dan cinta fi'Llah.

Ya ALLAH, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu dan cinta kepada segala yang akan mendekatkan kami kepada cinta-Mu.


Karya asal - K H Rahmat Abdullah

Mengoptimakan Penggunaan PDA

PDA


Sempena menyambut kedatangan Hari Ibu pada 13hb Mei ini –sebuah sambutan yang sepatutnya berulang dan berlaku setiap hari menurut hemat saya berbanding sekadar memilih satu tarikh khas sahaja untuk memperingati dan menghargai jasa pebgorbanan para ibu- akhbar New Straits Times terbitan 10 Mei 2007 melalui bahagian “Tech & U” telah memberikan satu cadangan yang agak bernas sebagai antara hadiah yang boleh diberikan pada para ibu menjelang hari istimewa mereka tersebut. Hadiah tersebut adalah handset. Atau, menurut hemat saya, selaras dengan berkembangannya teknologi semasa, bukan sekadar handset, malah PDA.

Di satu sisi, memberikan seorang ibu hadiah sebegitu canggih seperti PDA terkadang kelihatan melampau. Masakan tidak, buat wanita sebaya mereka –abaikan para ibu yang berkerjaya dan professional- hadiah yang sebegitu canggih justeru suatu yang agak kompleks lalu menyukar dan menyulitkan wanita tersebut untuk mengendalikan dan memahirkan penggunaannya.

Di sisi yang lain, seakan hadiah PDA buat para ibu seakan menaikkan taraf mereka ke satu tempat yang semakin mulia –kalau dalam Islam, wanita bergelar ibu itu sememangnya manusia yang mulia. Tapi dah kita nak hidup Islam secular, atau tepatnya “Islam Hadhari”lah katakana..- lantaran PDA lazimnya menjadi alat komunikasi kegemaran para professional dan para kolumrat.

Namun, bagi anda yang berjiwa pejuang, yang telah menginfakkan seluruh masa dan harta anda buat tujuan yang lebih mulia. Anda yang yang telah memuliakan diri anda dengan menyambut seruan “siapakah yang mahu menolong agama ALLAH?”, andai kiranya anda memilih menggunakan PDA, anda mengambilnya bukan sekadar Personal Digital Assistant anda, tetapi malahan menjadi Pembantu Dakwah Anda! Bagaimana caranya? Mari saya Bantu. Berikut cadangan-cadangan saya kepada mereka yang bertekad memiliki PDA LiLLAHi Ta’ala, lalu menjadikan PDAnya sebagai alat pembantu dakwah seperti yang kita sarankan tadi.

1) Masukkan software al-Quran di dalam PDA anda

Seorang Muslim sejati tidak boleh berpisah dengan al-Quran. Baginya, al-Quran umpama nyawa kepadanya, hinggakan dia tidak bisa hidup tanpa membaca al-Quran. Hari-harinya terasa indah lantaran diserikan dengan tilawatul Quran. Itulah sebabnya Mujadid yang mulia as-syahid Hassan al-Banna mengingatkan agar setiap al-akh Muslim leazimi tilawatul Quran 1 Juz sehari, lalu mengkhatamkannya dalam masa 30 hari.

Dengan software al-Quran di dalam PDA anda, melazimi mengkhatam al-Quran sebulan sekali tidak lagi kelihatan mustahil, lantaran anda bisa berdamping dengan al-Quran kapanpun, dan di manapun.

2) Indeks al-Quran sebagai panduan

Kerana anda seorang yang sangat aktif berdakwah, sama ada dalam bentuk penulisan, mahu pun dakwah fardhiah, mengingati dalil-dali Quran terasa sangat penting buat anda dalam menyirami hati mad’u dengan siraman roh suci yang tidak lain datang dari Kalam Ilahi. Bukankah menyampaikan pesan-pesan Ilahi merupakan kaedah mukaddimah para Nabi dalam menyeru manusia pada Islam nan suci?

“DIAlah yang telah mengutuskan kepada kaum yang ummi itu seorang Rasul, yang membacakan ayat-ayat-NYA, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka ilmu dan hikmah..”
(SUrah al-Jumu’ah [62]:2)

Lalu, dengan indeks al-Quran ini, anda bisa mencari dalil yang ingin anda sampai dengan semakin mudah, lantaran Indeks al-Quran berformatkan Microsoft Excel membolehkan anda mencari perkataan yang ingin anda cari, hanta dengan menekan butang “Find” (CTRL F)

3) Semak kesahihan hadith

Agar anda tidak termasuk mereka yang berdusta atas nama Nabi SAW, semaklah hadih anda dalam software Hadith, sama ada Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Hadith Arbain, atau lain-lain software hadith yang bisa anda temui.

4) Buku Agama Versi PDF.

Kini, penuhilah masa luang anda, sama ada dalam perjalanan menaiki bas, atau dalam kesesakan lalu lintas, atau tatkala sedang menunggu makanan, atau tatkala terperangkap di sesuatu tempat lantaran hujan, dengan memperkayakan pengetahuan dan wawasan keilmuan anda terhadap agama dengan membaca buku-buku agama di dalam PDA anda.

5) Perbaiki Hafalan Dengan Audio al-Quran

Jika orang lain memenuhi PDA atau handset canggih mereka dengan beraneka macam lagu-lagu hit terkini, anda pula memenuhi PDA anda dengan audio al-Quran yang bisa anda perdengarkan seraya mengulang baca hafazan anda.

“Dan apabila dibacakan al-Quran, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat”
(Surah al-A’raf [7]:204)

6) Sebarkan Fikrah Melalui Ringtone Islami

Nasyid-nasyid yang mengembalikan semangat jihad daripada Indonesia dan timur tengah (Malaysia bila lagi?) boleh anda jadikan sebagai nada dering anda, sebagai penyebar fikrah di tengah-tengah masyarakat.


(Maaf, artikel ini adalah antara artikel terbengkalai saya yang tidak kuasa saya menyiapkannya. Dipersilakan sesiapa untuk membereskannya)

Ukhwah.com :: Top Blog