[ibroh idul adha]: APA CARA YANG “KAMU” SUKAI
APA CARA YANG “KAMU” SUKAI
Engr. Faridul Farhan Abd Wahab
Seakan sudah tiada jalan keluar. Jika sebelumnya ia dibawa ke kemuncak gunung, kini ditakutkan pula dengan laut dalam. Ancamannya sama: tinggalkan agamamu, atau kamu akan kami binasakan! Dalam kondisi genting antara sepitan sepasukan tentera sang raja zalim, dengan laut dalam di sisi yang lain, yang ada satu saja penyelesaian pada si ghulam yang beriman: “Ya ALLAH, selamatkanlah aku dengan apa cara yang kamu sukai.”
Ternyata ada ibroh yang sangat manis dalam peristiwa tersebut, sehingga mana Hisyam Soqr lewat buku Ghulamud da’wah-nya[1] menukilkan doa –sepertimana doa si ghulam- sebagai senjata ampuh milik orang yang beriman.
Betapa besarnya hikmah dan pengajaran yang terkandung di balik hadith “ghulam, ahli sihir dan raja” ini, seakan sengaja Nabi S.A.W ceritakan, sebagai panduan dan panutan kita tatkala berhadapan dengan “raja-raja” dan “ahli sihir-ahli sihir” moden yang bakal memusingkan kembali roda peristiwa dan masa silam. Lalu Imam Nawawi, tatkala mengklasifikasikan hadith ini untuk Riyadhus Shalihin-nya, meletakkannya di bawah bab “Sabar”. Bererti, rahsia di sebalik kejayaan dakwah si ghulam, dan keberanian orang-orang mukmin untuk memahat nama mereka di dalam al-Quran dengan gelar “ashabul Ukhdud” (penghuni parit berapi) terletak pada kata kunci ini: sabar!
Kalau kata Syed Qutb di dalam karya monumentalnya ma’alim fit thariq[2], kisah ini adalah sebenarnya kisah kemurnian iman satu golongan manusia, yang rela menerima ujian dari pihak musuh mereka yang durjana dan garang.
Tapi di balik doa si Ghulam tadi, ada senjata lain selain kesabaran, iaitu tawakal. Ghulam tidak sekadar meminta pertolongan pada ALLAH, bahkan diserahkan sepenuhnya urusan penyelamatan itu pada pilihan dan ketentuan Ilahi. Ertinya, di saat getir sebegini pun, tidak ada “demanding”, yang wujud hanya penyerahan diri yang agung, buah sebuah keyakinan akan kebijaksanaan dan keadilan perencanaan Ilahi. Kesempurnaan tawakal ini, hanya lahir daripada insan yang telah menerima pancaran cinta Ilahi.
TUHAN menaburkan cahaya-NYA kepada segenap manusia
Bahagialah mereka yang telah menadahkan kain untuk menerimanya
Mereka yang beruntung tak akan melihat apa pun selain TUHAN
Tanpa kain cinta
Kita kehilangan bagian kita
(Jalauddin Rumi, Matsnawi I 760-2 [3])
Tawakal yang sempurna inilah yang memberanikan Nabi ALLAH Ismail (A.S) tatkala menyahut pertanyaan pendapat ayahnya Ibrahim (A.S) untuk maju dengan sebuah pengorbanan suci, dengan ayat “InsyaALLAH”, untuk kemudian diabadikan pengorbanan ini lewat penyembelihan binatang ternak di setiap Aidil Adha kita.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
(Surah as-Shaffat [37]:102)
Ini kisah sabar yang agung. Ini kisah tawakal yang indah. Biarlah ALLAH menetapkan takdirnya yang terbaik, tanpa perlu demand daripada kita yang serba dhaif.
“..Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(Surah al-Baqarah [2]:216)
“..Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
(Surah an-Nisa’ [4]:19)
Inilah hakikat cinta,inilah ketelusan pengorbanan. Lalu serahkanlah urusan hidupmu pada-Nya, di bawah naungan rahmat dan kebijaksanaa-Nya.
Cintaku kepadamu adalah khusus, wahai Kekasih Tunggal
Dan aku peduli bukan kerana janji akan Syurga
Ia membuatku melupakan dua dunia
Mengenal-MU merupakan sesuatu yang sangat indah
(Syeikh Muhammad Iqbal[4])
Ya ALLAH, kurniakanlah untuk kami, selamatkanlah diri kami, dengan apa cara yang KAMU sukai. Apa pun cara yang KAMU sukai.
RUJUKAN
[1] Hisyam Soqr, “Iman dan Harakah” (Ghulamud da’wah), Pustaka Salam Sdn. Bhd.(1998), ms. 173-175
[2] Syed Qutb, “Petunjuk Sepanjang Jalan” (Ma’alim fi at-Thariq), Crescent News (K.L) Sdn. Bhd.(2000), ms. 192-193
[3] Jalaluddin Rumi, “Kado Bagi Pejuang Cinta”, Kreasi Wacana(2004), ms. 11
[4] Muhammad Iqbal, “Metode Sufi: Meraih Cinta Ilahi”, Inisiasi Press(2002), ms. 10
Seakan sudah tiada jalan keluar. Jika sebelumnya ia dibawa ke kemuncak gunung, kini ditakutkan pula dengan laut dalam. Ancamannya sama: tinggalkan agamamu, atau kamu akan kami binasakan! Dalam kondisi genting antara sepitan sepasukan tentera sang raja zalim, dengan laut dalam di sisi yang lain, yang ada satu saja penyelesaian pada si ghulam yang beriman: “Ya ALLAH, selamatkanlah aku dengan apa cara yang kamu sukai.”
Ternyata ada ibroh yang sangat manis dalam peristiwa tersebut, sehingga mana Hisyam Soqr lewat buku Ghulamud da’wah-nya[1] menukilkan doa –sepertimana doa si ghulam- sebagai senjata ampuh milik orang yang beriman.
Betapa besarnya hikmah dan pengajaran yang terkandung di balik hadith “ghulam, ahli sihir dan raja” ini, seakan sengaja Nabi S.A.W ceritakan, sebagai panduan dan panutan kita tatkala berhadapan dengan “raja-raja” dan “ahli sihir-ahli sihir” moden yang bakal memusingkan kembali roda peristiwa dan masa silam. Lalu Imam Nawawi, tatkala mengklasifikasikan hadith ini untuk Riyadhus Shalihin-nya, meletakkannya di bawah bab “Sabar”. Bererti, rahsia di sebalik kejayaan dakwah si ghulam, dan keberanian orang-orang mukmin untuk memahat nama mereka di dalam al-Quran dengan gelar “ashabul Ukhdud” (penghuni parit berapi) terletak pada kata kunci ini: sabar!
Kalau kata Syed Qutb di dalam karya monumentalnya ma’alim fit thariq[2], kisah ini adalah sebenarnya kisah kemurnian iman satu golongan manusia, yang rela menerima ujian dari pihak musuh mereka yang durjana dan garang.
Tapi di balik doa si Ghulam tadi, ada senjata lain selain kesabaran, iaitu tawakal. Ghulam tidak sekadar meminta pertolongan pada ALLAH, bahkan diserahkan sepenuhnya urusan penyelamatan itu pada pilihan dan ketentuan Ilahi. Ertinya, di saat getir sebegini pun, tidak ada “demanding”, yang wujud hanya penyerahan diri yang agung, buah sebuah keyakinan akan kebijaksanaan dan keadilan perencanaan Ilahi. Kesempurnaan tawakal ini, hanya lahir daripada insan yang telah menerima pancaran cinta Ilahi.
TUHAN menaburkan cahaya-NYA kepada segenap manusia
Bahagialah mereka yang telah menadahkan kain untuk menerimanya
Mereka yang beruntung tak akan melihat apa pun selain TUHAN
Tanpa kain cinta
Kita kehilangan bagian kita
(Jalauddin Rumi, Matsnawi I 760-2 [3])
Tawakal yang sempurna inilah yang memberanikan Nabi ALLAH Ismail (A.S) tatkala menyahut pertanyaan pendapat ayahnya Ibrahim (A.S) untuk maju dengan sebuah pengorbanan suci, dengan ayat “InsyaALLAH”, untuk kemudian diabadikan pengorbanan ini lewat penyembelihan binatang ternak di setiap Aidil Adha kita.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
(Surah as-Shaffat [37]:102)
Ini kisah sabar yang agung. Ini kisah tawakal yang indah. Biarlah ALLAH menetapkan takdirnya yang terbaik, tanpa perlu demand daripada kita yang serba dhaif.
“..Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(Surah al-Baqarah [2]:216)
“..Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
(Surah an-Nisa’ [4]:19)
Inilah hakikat cinta,inilah ketelusan pengorbanan. Lalu serahkanlah urusan hidupmu pada-Nya, di bawah naungan rahmat dan kebijaksanaa-Nya.
Cintaku kepadamu adalah khusus, wahai Kekasih Tunggal
Dan aku peduli bukan kerana janji akan Syurga
Ia membuatku melupakan dua dunia
Mengenal-MU merupakan sesuatu yang sangat indah
(Syeikh Muhammad Iqbal[4])
Ya ALLAH, kurniakanlah untuk kami, selamatkanlah diri kami, dengan apa cara yang KAMU sukai. Apa pun cara yang KAMU sukai.
RUJUKAN
[1] Hisyam Soqr, “Iman dan Harakah” (Ghulamud da’wah), Pustaka Salam Sdn. Bhd.(1998), ms. 173-175
[2] Syed Qutb, “Petunjuk Sepanjang Jalan” (Ma’alim fi at-Thariq), Crescent News (K.L) Sdn. Bhd.(2000), ms. 192-193
[3] Jalaluddin Rumi, “Kado Bagi Pejuang Cinta”, Kreasi Wacana(2004), ms. 11
[4] Muhammad Iqbal, “Metode Sufi: Meraih Cinta Ilahi”, Inisiasi Press(2002), ms. 10
0 Comments:
Post a Comment
<< Home