Tuesday, July 10, 2007

Ciri-ciri muslim yang soleh (Part 1)

Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku
Dan mudahkanlah untukku urusanku
Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku
Agar mereka mengerti perkataanku [1]
Lalu dengan mengertinya mereka akan perkataanku
Nur hidayah-Mu menderu laju
Mengairi relau-relau hati mereka
Lalu suburlah keimanan mereka
Hingga-hingga membuahkan pengorbanan di jalan agamu-Mu
Segala puji-pujian selayaknya milik ALLAH, yang pada-Nya kita pohonkan bimbingan, pada-Nya kita pintakan pertolongan, dan pada-Nya kita rayukan pengampunan. Setelah difasihkan lidah ini untuk berbicara pada manusia dan mengajak mereka kepada jalan-Nya, mempromosikan Islam pada manusia agar mereka berbondong-bondong kembali kepada-Nya, merungkai keajaiban alam sebagai tanda bukti kekuasaan dan keesaan-Nya, kita pohon pula perlindungan ALLAH dari kejahatan diri kita dan kebobrokan amal-amal kita. Jangan sampai dosa noda yang bersarang di dalam hati, atau cacat cela dalam amal yang menjadikan wujud suatu jarak dalam hubungan kita dengan Rabbul Izzati, kemudiannya menjadikan lidah nan fasih tadi sekadar mengeluarkan kata-kata yang enak didengar oleh indera telinga, namun sulit di telan oleh jiwa sanubari. Tapi biarlah hidayah-Mu ya Ilahi Rabbi, menjadikan bukan sekadar lidah nan berbicara, tapi kelapangan dada menggemakan bisikan hati, lalu bisikan-bisikan hati ini tidak lalu di corong telinga, melainkan terus ketemu “interaksi hati.” Lantas hiduplah hati-hati ini, dan sibuklah ia berkomunikasi, merealisasikan kata-kata “dunia tanpa sempadan.”

Saudara-saudari, mudah-mudahan dirahmati ALLAH.
Kalau andainya seseorang, yang sememangnya menjadi idaman dan pujaan sekelian orang, kemudiannya mencurahkan cintanya kepada kita, tentunya wajar tatkala kita juga, dengan rela tanpa paksa, turut memberikan sepenuhnya diri ini dalam mengembalikan kehangatan cintanya. Tatkala ia turut mengorbankan segalanya buat kita, tentunya wajar kita turut melakukan yang sedemikian rupa. Sedang ia setia menyebar kasihnya kepada kita, tanpa letih mahupun jemu, pastinya sebaran kasihnya kita sambut tanpa bosan mahupun lesu.

Maka sudah selayaknya, cinta sang kekasih bernama Muhammad Bin Abdullah; itulah Rasulullah SAW, mendapat balasan, penghargaan dan pengorbanan daripada kita semua. Sedang cinta manusia bersifat fana, sering dan pasti menemui titik jemunya. Selalu dan mesti berjumpa penghujung kehangatannya, cinta Rasul SAW telah melangkaui batas-batas kesementaraan ini, membawa sebuah pengabadian cinta. Kaki manakah yang sanggup andai kata, telah sampai di Sidratul Muntaha, yang merupakan puncak segala kenikmatan, puncak segala keindahan, puncak segala kesenangan, untuk berundur kembali ke dunia yang fana? Sedang yang menantinya di dunia, adalah kisah yang seratus peratusnya berbeza: hidangan sebuah kisah penuh sulit, duka dan derita. Hingga sang pujangga terkenal, syeikh Muhammad Iqbal pun berkata [2]; “Kalau saja aku adalah Muhammad,” kata Iqbal, “aku takkan turun kembali ke bumi setelah sampai di Sidratul Muntaha.”

Ya adik-adikku, pesona keteduhan di bawah naungan kasih sayang Ilahi Rabbi, terlalu berat dan terlalu enak untuk ditinggalkan, apa lagi untuk episod kehidupan penuh darah dan air mata di muka bumi. Dua kehidupan yang tak mungkin dapat kita bandingkan. Tapi, cintalah yang menggerakkan kakinya untuk turun ke bumi. Dan cinta jugalah yang menggerakkannya untuk mewarnai dunia dengan api cinta. Hingga saja, mereka yang ternyala dengan api cintanya, merasa keamanan dan kebahagiaan yang luar biasa. Hingga wajar saja, negara kuffar saja menemui khalifah Islam, meminta dinaungi oleh pentadbiran yang berlainan dengan agamanya!

Maka tentunya wajar, bahasa kita dengan diri Nabi (SAW), adalah bahasa cinta. Persis yang dinyatakan oleh Jalaluddin Rumi, “Bahasa yang dipahami bersama memang mendekatkan. Namun kebersamaan hati lebih baik daripada kebersamaan bahasa.” [3]

Lalu, bahasa cinta itulah yang meyakinkan kita akan setiap kata yang terbit dari lidahnya yang mulia. Carilah sebab keberadaanmu, melalui tutur kata junjungan kita yang mulia. Layarilah bahtera di lautan kehidupanmu, dengan berpandukan petunjuk dan bimbingan al-Mushtafa. Kerana salah anda dalam memahami sebab tujuan keberadaanmu, dan terkemudian tersilap dalam memilih jalan menuju destinasimu, menyebabkan diari kehidupanmu sentiasa teraba-raba akan definisi bahagia.

Masakan tidak? Andainya sang petani gagal memahami akan tugas dan fungsi kereta, dengan menyangkakan tujuan keberadaan kereta adalah untuk membajak sawah misalnya, bukan saja kereta yang akan punah, bahkan sawah ladangmu pasti membantut dan memandulkan hasil yang dicita idamkan. Semisalan itulah, apabila manusia gagal memahami tujuan, tugas dan fungsi keberadaannya di muka bumi, menyebabkan semua destinasi-destinasi bahagia, sekadar menjadi idaman di alam mimpi. Maka perhatikanlah akan apa tujuan, tugas dan fungsi keberadaan anda:-

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
(Surah adz-Dzariat [51]:56)

Mengabdi diri pada ALLAH, adalah tujuan anda. Lalu diri anda pun digunakan untuk menunaikan tugas seperti yang berikut:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi"…
(Surah al-Baqarah [2]:30)

Tatkala potensimu digunakan sebagai khalifah di muka bumi, anda pun berfungsi sebagai seorang Muslim, hingga membawa ke akhir hayatmu. Fungsi anda sebagai “duta islam”, hinggalah kepada expiry date keberadaanmu.

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
(Surah ali Imran [3]:102)

Nah, bukankah ALLAH Azza Wa Jalla telah memerintahkanmu; walau apa pun terjadi, akhirilah hidupmu, seraya Muslim menjadi gelar agung yang memahat di namamu? Biar anda miskin nestapa, biar anda terpenjara menderita, biar anda lumpuh terseksa, asal anda Muslim nan setia, lalu keberadaanmu, bahkan kematianmu, mempunyai erti dan memenuhi sebab lahirnya dirimu di muka bumi.

Lalu bukanlah tersyarat agar dirimu menjadi doktor. Atau engineer. Atau usahawan. Atau menceburi alam pendidikan. Tetapi cita-cita yang harus tersemat jauh ke dalam dadamu, dan tergenggam erat dalam dakapan pendirianmu, adalah bagaimana bisa saya kekal wujud –bahkan mati- sebagai Muslim yang bakal diredhai? Kerana bukankah ini yang kita ikrarkan sehari-hari, tiap kali kita membuka solat kita dengan doa iftitah nan penuh pengertian?

Katakanlah: "Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,
(Surah al-An’am [6]:162)


Bersambung….

RUJUKAN

[1] al-Quran, Surah Toha [20]:25-28
[2] M. Anis Matta, “Pesona Sang Nabi” di dalam majalah “Tarbawi” Edisi 92 Th. 6/ Rajab 1425H/ 2 September 2004M
[3] Jalaluddin Rumi, Matsnawi I, 1205-7

Nota: Artikel ini adalah draf ucapan untuk ceramah motivasi bertajuk “Ciri-ciri Muslimah Solehah” pada 13 Julai 2007 Namun, saya akhirnya terpaksa menolak jemputan ini, lantaran saya harus memberikan APC Presentation berkenaan "Main Fuel Oul Pressure Control" pada hari yang sama. Apa pun, ciri-ciri Muslim yang soleh, pada saya, sudah cukup baik dijelaskan oleh as-syahid Hassan al-Banna, iaitu salimul aqidah, shahihul ibadah, matinul khuluq, etc.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Ukhwah.com :: Top Blog